Oleh : Imam B. Prasodjo
Sosiolog UI. Direktur Yayasan Nurani Dunia
Kompas, Sabtu, 22 September 2018 : 6

Belum juga kita terpana dengan data ini, dahi kita pun berkerut membaca data BPS yang mengindikasikan
Lantas, ada apa dengan SMK? Bukankah SMK adalah jenis sekolah yang dirancang khusus untuk mempersiapkan siswa siap bekerja saat mereka lulus? Bukankah kurikulum SMK dibuat sedemikian rupa dengan beragam program keahlian yang ditawarkan agar dapat menyesuaikan kebutuhan dunia kerja? Dalam penjelasan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan: “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.”
Kemudian, dalam Garis–Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) kurikulum SMK, secara lebih rinci disebutkan bahwa salah satu tujuan khusus didirikannya SMK adalah untuk “menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya.”
Dalam data Statistik Persekolahan SMK 2017/2018, saat ini ada 13.710 SMK yang tersebar di seluruh Indonesia. Kita pun terbayang, apa yang terjadi dalam proses pengajaran pada sekolah jenis ini. Pada 2017/2018 ini, jumlah keseluruhan siswa ada 4.904.031, dan yang lulus mencapai 1.300.521.
Ke manakah mereka saat ini? Akankah mereka menjadi rombongan kandidat pengangguran terbuka baru? Para ahli pendidikan tentu telah banyak membahas hal ini. Dalam tulisan pendek berikut, saya mencoba ikut sumbang saran agar SMK yang menjadi tumpuan harapan jutaan siswa dapat lebih efektif dalam mencapai tujuannya.
Memerlukan Terobosan
Dengan melihat data di atas, secara umum kita dapat mengambil kesimpulan, penyelenggaraan
Tentu untuk tercapainya tujuan ini, harus dipastikan ilmu pengatahuan dan ketrampilan yang diajarkan di SMK benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Guru berkualitas dan tepat guna juga harus diadakan. Untuk pengadaannya, perlu dilakukan cara-cara inovatif yang keluar dari jalur baku. Salah satunya adalah melakukan sinergi dengan para wirausahawan inovatif (business entrepreneurs dan social entrepreneurs) untuk terlibat dalam pengajaran di sekolah, berbagi ilmu dan pengalaman dengan para siswa dan guru. Bisa dirintis kerjasama agar lahan usaha mereka dapat menjadi bagian tempat praktik siswa untuk menimba pengalaman.
Menghadirkan para wirausahawan inovatif (champions) yang memiliki keahlian relevan dengan materi ajar di sekolah sangat penting dilakukan. Tujuannya agar para siswa dapat mendengar langsung beragam pengalaman dalam berbisnis, termasuk bagaimana mereka jatuh bangun saat merintis usaha sebelum mereka mengecap keberhasilan. Para champions itu dapat berbagi ketrampilan secara langsung kepada para siswa.
Para siswa perlu didorong untuk lebih sering turun lapang (experiential learning), mengunjungi lokasi-lokasi kerja para wirausahawan agar dapat melihat langsung cara kerja mereka. Dengan cara ini, diharapkan para siswa akan lebih termotivasi untuk hidup mandiri, dan lebih tertarik menjadi entrepreneur daripada menjadi pekerja perusahaan yang saat ini tampak semakin sulit memperolehnya.
Dengan menggali pengalaman para champions yang hadir di kelas dan melihat kerja mereka di lapangan, para guru juga diharapkan akan mendapatkan tambahan wawasan dan inspirasi. Secara bertahap, para guru diharapkan dapat keluar dari “penjara text book,” tidak hanya terpaku pada kurikulum baku yang ditetapkan saat mengajar, namun mampu berubah dinamis mengikuti perkembangan yang terjadi di dunia praktisi. Dengan kata lain, materi ajar harus terus ditingkatkan dan dievaluasi terus menerus agar relevan dengan kesempatan-kese
Secara kelembagaan, tentu tak semua SMK yang ada saat ini memiliki kinerja buruk. Pasti banyak SMK yang menjadi unggulan karena berhasil menjalankan tugas sebagai lembaga pendidikan yang menciptakan kemandirian. SMK unggulan ini perlu mendapat dukungan lebih kuat dengan tugas menularkan keberhasilan mereka kepada SMK lain di dekatnya. Namun, untuk memperkaya sumber pembelajaran, “sentra-sentra pemberdayaan unggulan” dengan berbagai keahlian ilmu yang dikembangkan oleh para wirausahan sosial juga perlu diajak kerjasama.
Di bidang pertanian, sebagai contoh, sentra-sentra itu antara lain “Joglo Tani” di Sleman, Yogya, “The Learning Farm” di Cianjur, atau “Sabila Farm” di Kaki Gunung Merepi. Untuk mendorong kerjasama ini agar dapat berjalan lebih cepat, pemerintah perlu membentuk skema anggaran khusus untuk memberi insentif terhadap dilakukannya sinergi ini.
Tentu dukungan sarana dan prasaran belajar yang memadai sangat diperlukan. Perangkat teknologi informasi digital mutlak harus disediakan agar para guru dan siswa SMK dapat membangun jejaring dengan para champions yang memiliki jiwa pendidik di manapun mereka berada. Saat ini adalah era jejaring digital. Dalam penyelenggaraan
Database para champions di berbagai bidang yang kini tersebar di seluruh Indonesia harus dibangun dan perlu diperbaharui secara berkala. Pemerintah harus memfasilitasi terbangunnya database ini dan memfasilitasi terhubungnya para champions untuk melakukan kerja-sama dan langkah-langkah
Dengan beragam perangkat media sosial seperti youtube, facebook, instagram dan lain-lain, pertukaran materi ajar dapat dihimpun dengan mudah. Perlu dibentuk jaringan guru dan instruktur kreatif yang bertugas untuk melakukan seleksi dan mendorong pengayaan materi ajar.
Di era informasi seperti sekarang ini, semakin jelas bahwa “konten” lebih penting daripada “kemasan.” Kita perlu akui bahwa ijasah keahlian yang melekat pada guru SMK tak semua mencerminkan keahlian sesungguhnya yang relevan bagi kebutuhan siswa. Banyak para champions atau praktisi usaha (bahkan yang tak bergelar) terbukti memiliki ketrampilan lebih mumpuni dalam bidang-bidang tertentu.
Ketrampilan yang mereka miliki sangat berguna untuk diajarkan. Jiwa para champions yang sudah teruji, baik keuletan, kegigihan, kreatifitas, produktifas dan kemandirian perlu ditularkan. Para guru dapat menjadi fasilitator untuk mempertemukan para siswa dengan para champions ini agar “virus entrepreneurshi
Perlu Pengorganisasia
Untuk melakukan terobosan ini, tentu tak semudah membalikkan tangan. Birokrasi sekolah pasti memiliki rambu-rambu yang dapat menjadi tembok penghalang. Belum lagi aturan perundang-undan
![]() |
Imam B Prasodjo |
SMK inovatif perlu dikembangkan dengan memanfaatkan para champions dan sentra-sentra pemberdayaan yang mereka bangun di seluruh Indonesia. Sinergi adalah kata kunci dalam melakukan perubahan ini.
Di sini kita memerlukan bentuk pengorganisasia
Semoga generasi muda Indonesia ke depan akan menjadi generasi yang penuh vitalitas dan kreatifitas ***
Sumber : Facebook.
Komentar
Posting Komentar