Oleh : Bambang Haryanto
Erin Gruwell, guru bahasa Inggris SMA Woodrow
Wilson di Long Beach, California, dapat dijadikan inspirasi. Ia mengajak
murid-muridnya memahami duka derita, kesusahan atau kepedihan yang mereka
rasakan, dengan meminta mereka memiliki buku harian, tempat mereka menuliskan
uneg-uneg terkait kesulitan hidup yang mereka alami., dan kemudian
mendiskusikan dengan dirinya.
Wajah-wajah sepuh itu muncul. Menjelang momen peringatan
hari kemerdekaan Republik Indonesia media massa kita tak jarang dihiasi foto
para veteran pejuang (freedom fighters) 1945. Koran Kompas Jawa
Tengah edisi 8 Agustus 2007, pada halaman 1, memajang foto para veteran 45
sedang mengikuti upacara memperingati Serangan Umum 4 Hari Kota Solo di Stadion
Sriwedari. Sebagaimana hukum alam, jumlah mereka akan semakin surut dari tahun
ke tahun. Sebagai generasi muda, apa yang bisa kita lakukan untuk mereka ?
Dalam momen memperingati hari yang sama di Solo, juga
dilaporkan koran ini, mengenai peristiwa arak-arakan, seni happening,
yang dilakukan pelajar dan guru mereka dari sekolah swasta dengan tema
mengenang perjuangan para pejuang. Acara diakhiri dengan tabur bunga di makam
pahlawan.
Acara yang positif. Alangkah baiknya bila hura-hura itu
juga diikuti aktivitas yang bernuansakan intelektual. Misalnya satu atau dua
pelajar berkunjung ke rumah para veteran pejuang yang masih sugeng, untuk
merekam kisah-kisah pribadinya di masa perjuangan. Dengan arahan guru PKN atau
editor, himpunan tulisan itu dapatlah diterbitkan. Misalnya dalam bentuk blog
atau pun buku.

Sekolah SMA ini muridnya ibarat anak-anak buangan.
Terdiri keturunan kulit hitam, Latin, Asia dan kulit putih yang tidak akur.
Mereka membentuk gang. Di kantong celana mereka hanya ada dua benda : pistol
atau heroin. Sekolah ini hanya pantas disebut sebagai gudang, tempat para
remaja itu siap-siap kena DO atau terbunuh oleh murid lainnya. Karya-karya
tulis mereka itu kemudian terhimpun dalam buku The Freedom Writers Diary,
diterbitkan tahun 1999 dan menjadi film dengan judul Freedom
Writers (2007).
Dengan diawali aktivitas menulis, anak-anak buangan itu
kemudian memperoleh wawasan baru dalam menata hidup mereka menjadi lebih
optimistis, berhasil dan bermakna. Pada sisi lain, kita pun tahu, betapa
keterampilan menulis atau mengungkapkan isi pikiran ke dalam bahasa di era
digital ini merupakan life skill yang semakin dibutuhkan oleh setiap insan
cendekia yang ingin berhasil dalam karier dan kehidupannya. Termasuk pula
memperlancar mereka dalam proses berburu pekerjaan !
Wonogiri, 5 September 2007
Komentar
Posting Komentar