Langsung ke konten utama

Dahsyat ! : Lowongan Yang Ada 500, Pelamarnya 100.000 !

Oleh : Bambang Haryanto

Kolom “Pojok” Kompas (23/1/2007) menyentil berita seputar lowongan pekerjaan suatu stasiun televisi swasta yang terbuka untuk 500 posisi, tetapi yang melamar 100.000 pelamar. Itulah realitas Indonesia saat ini, betapa pekerjaan semakin sulit diperoleh. Tetapi di sisi lain, fenomena tersebut juga menunjukkan sisi gelap para pencari kerja kita dalam melakukan berburu pekerjaan.

Apakah semua mereka itu benar-benar berminat bekerja di industri televisi ? Saya yakin, sebagian besar hanya ikut-ikutan. Efek ikut-ikutan itu membuat mereka hanya mampu mengerubungi lowongan pekerjaan yang informasinya terbuka untuk publik. Mereka  sengaja menerjunkan diri dalam persaingan yang seperti fenomena di atas, bisa dibilang tidak masuk akal dan berimbas yang merugikan diri mereka sendiri.

Kalau mereka ingin terjun ke dunia televisi, sebaiknya dirintis sejak kuliah. Misalnya dengan magang di stasiun televisi bersangkutan. Tidak berhenti mencari dan belajar tentang dunia itu dari informasi yang ada. Terjun bergaul dengan  para pekerja sampai tokoh kunci industri bersangkutan. Melakukan eksperimen kreatif guna  menghasilkan contoh-contoh karya tertentu (artikel, naskah, sampai video), sampai kesediaan bekerja sebagai relawan  untuk stasiun televisi bersangkutan.

Sejak dalam masa perkuliahan pencari kerja yang cerdas harus berusaha menjadi orang dalam (insider) dari industri tersebut. Sehingga dijamin  pasti tahu terlebih dahulu adanya lowongan sebelum lowongan itu dipublikasikan. Sekaligus terhindar terperosok dalam jubelan pencari kerja lainnya yang memperebutkan sedikit lowongan yang tersedia itu !  

 Wonogiri, 30 Januari 2007

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melacak Penyebab Ribuan Sarjana Menganggur di Indonesia Tak Kunjung Dilirik Perusahaan

Oleh : Adi Renaldi | 10 September 2018 Kalau kamu termasuk sarjana baru yang sampai detik ini meratapi nasib gara-gara tak ada panggilan kerja meski ratusan surat lamaran sudah dikirim ke perusahaan, tenang saja, kamu tidak sendirian.  Hasil survei dari Willis Towers Watson yang dilakukan sejak 2014 hingga 2016 menyebutkan delapan dari sepuluh perusahaan di Indonesia kesulitan mendapatkan lulusan perguruan tinggi dalam negeri siap pakai. Padahal, jumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia setiap tahunnya mencapai 250 ribu orang. Ironisnya lagi, pertumbuhan jumlah perusahaan di Indonesia termasuk pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam satu dekade terakhir, ada 3,98 juta perusahaan baru muncul di Tanah Air. Itu berarti setidaknya setiap tahun bermunculan 398.000 perusahaan rintisan. Kini total perusahaan di Indonesia mencapai 26,71 juta berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang 201. Erry Hadisto termasuk satu dari ribuan lulusan strata 1 yang terpaksa menga

Jangan Remehkan Baca Buku, Begini CEO Speee Hadapi Revolusi Digital

Oleh : Mega Fransisca Seberapa banyak buku yang kamu baca dalam setahun? Kalau saya, jujur, hanya dua buku dalam setahun. Hideki Otsuka Jawaban CEO Speee Inc., Hideki Otsuka, atas pertanyaan saya mengenai hobinya baca buku menarik perhatian saya. Ratusan buku ia lahap dalam setahun. Saya pun teringat dengan sebuah kutipan, “All leaders are readers”. Otsuka adalah CEO Speee Inc., perusahaan induk dari Job-Like.com. Speee Inc. beroperasi di Tokyo, Jepang, sebagai perusahaan Web Marketing sejak 2007. Beberapa waktu yang lalu, Otsuka bertandang ke Jakarta untuk bertemu kami di kantor Job-Like.com. Saya pun berkesempatan untuk berbincang dengannya. Adanya fasilitas perpustakaan di area Event Space, di kantor Speee di Tokyo membuat saya penasaran mengenai “keterikatan” dirinya dengan buku. Saya pun melontarkan pertanyaan mengapa ia getol membaca buku. Mendengar pertanyaan saya, ia tertawa. Menurutnya, buku menjadi senjata pamungkas untuk melahirkan ide

Efek Disrupsi, Mungkinkah Kembali ke Desa?

Oleh : Rhenald Kasali Pendiri Rumah Perubahan; Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia KOMPAS.COM, 30 April 2018 Saya baru saja meninggalkan kawasan pedesaan yang dipenuhi kebun-kebun anggur yang indah di Tuscany, Italia. Kawasan seperti ini tiba-tiba menjadi lapangan kerja baru, menyusul upaya Uni Eropa untuk kembali ke desa. Menyeberang ke Porto, guide saya, calon dokter dari Lisbon bercerita tentang mundurnya perekonomian dan lapangan pekerjaan di Portugal. Sambil menarik nafas dalam, ia menyampaikan, kekasihnya harus pindah ke Brazil untuk mendapatkan pekerjaan. “Di Portugal..” ujarnya. “Lebih dari 40 persen kaum muda sudah pindah untuk bekerja ke luar negeri,” tambahnya. Itu sebabnya, Uni Eropa sudah berkomitmen menyalurkan 100 miliar Euro dana desa selama 6 tahun (2014-2020) untuk membangun pertanian dan ekologi. Kembali ke Desa Tetapi Indonesia lebih serius. Memang bukan karena ancaman disrupsi, tapi hampir pasti disruption akan memasuki tahap t