Langsung ke konten utama

Ritus Baru: Berlebaran dan Bersedekah Buku

Oleh : Bambang Haryanto

Hari Lebaran adalah magnit yang menggerakkan  jutaan manusia untuk pulang mudik, yang penuh warna suka dan duka.  Ritus kembali ke akar itu  konon menyehatkan  nurani pelakunya yang mencoba menemukan oasis di daerah asalnya sebagai bekal mengarungi kehidupan di tahun-tahun berikutnya. Jangan lupa, mudiknya  mereka juga berdampak ekonomi. Uang dari kota menjadi beredar di desa-desa.

Merujuk fenomena positif itu telah menimbulkan gagasan : bagaimana kalau mudiknya jutaan kaum mboro  itu dirancang mampu menggoreskan sentuhan yang berdimensi intelektual yang berguna, juga awet, bagi warga daerah asalnya ?  Ringkas kata : mereka dihimbau membawa buku-buku untuk  disumbangkan ke perpustakaan di daerahnya. Baik perpustakaan sekolahnya dulu, atau perpustakaan umum di kotanya.

Harian Kompas ini (3/10/2006) misalnya,  menyebut 119.000 pemudik akan masuk Solo. Kalau satu persen dari pemudik itu menyumbangkan buku, akan terhimpun 1.190 koleksi buku baru untuk perpustakaan di Solo. Kalau satu buku seharga Rp. 25.000,00,  sumbangan itu senilai hampir 30 juta rupiah. Banyak. Di kota saya, itu anggaran perpustakaan satu tahun.

Gerakan mudik bersedekah buku ini  sebaiknya  juga berusaha dikobarkan ke dada anak-anak kaum mboro, sehingga mereka diharapkan memiliki ikatan batin dengan anak-anak segenerasinya yang tinggal di desa atau kota kecil tempat ayah-ibu atau kakek-neneknya berasal, yang mungkin tidak seberuntung kehidupan yang ia jalani di kota.

Mungkin sedekah unik ini tidak hanya buku, bisa saja berupa komputer atau laptop, yang terbeli secara patungan. Gagasan sederhana ini terbuka untuk diperkaya sejauh imajinasi pembaca.

Wonogiri, 15 Oktober 2006

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melacak Penyebab Ribuan Sarjana Menganggur di Indonesia Tak Kunjung Dilirik Perusahaan

Oleh : Adi Renaldi | 10 September 2018 Kalau kamu termasuk sarjana baru yang sampai detik ini meratapi nasib gara-gara tak ada panggilan kerja meski ratusan surat lamaran sudah dikirim ke perusahaan, tenang saja, kamu tidak sendirian.  Hasil survei dari Willis Towers Watson yang dilakukan sejak 2014 hingga 2016 menyebutkan delapan dari sepuluh perusahaan di Indonesia kesulitan mendapatkan lulusan perguruan tinggi dalam negeri siap pakai. Padahal, jumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia setiap tahunnya mencapai 250 ribu orang. Ironisnya lagi, pertumbuhan jumlah perusahaan di Indonesia termasuk pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam satu dekade terakhir, ada 3,98 juta perusahaan baru muncul di Tanah Air. Itu berarti setidaknya setiap tahun bermunculan 398.000 perusahaan rintisan. Kini total perusahaan di Indonesia mencapai 26,71 juta berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang 201. Erry Hadisto termasuk satu dari ribuan lulusan strata 1 yang terpaksa menga

Jangan Remehkan Baca Buku, Begini CEO Speee Hadapi Revolusi Digital

Oleh : Mega Fransisca Seberapa banyak buku yang kamu baca dalam setahun? Kalau saya, jujur, hanya dua buku dalam setahun. Hideki Otsuka Jawaban CEO Speee Inc., Hideki Otsuka, atas pertanyaan saya mengenai hobinya baca buku menarik perhatian saya. Ratusan buku ia lahap dalam setahun. Saya pun teringat dengan sebuah kutipan, “All leaders are readers”. Otsuka adalah CEO Speee Inc., perusahaan induk dari Job-Like.com. Speee Inc. beroperasi di Tokyo, Jepang, sebagai perusahaan Web Marketing sejak 2007. Beberapa waktu yang lalu, Otsuka bertandang ke Jakarta untuk bertemu kami di kantor Job-Like.com. Saya pun berkesempatan untuk berbincang dengannya. Adanya fasilitas perpustakaan di area Event Space, di kantor Speee di Tokyo membuat saya penasaran mengenai “keterikatan” dirinya dengan buku. Saya pun melontarkan pertanyaan mengapa ia getol membaca buku. Mendengar pertanyaan saya, ia tertawa. Menurutnya, buku menjadi senjata pamungkas untuk melahirkan ide

Efek Disrupsi, Mungkinkah Kembali ke Desa?

Oleh : Rhenald Kasali Pendiri Rumah Perubahan; Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia KOMPAS.COM, 30 April 2018 Saya baru saja meninggalkan kawasan pedesaan yang dipenuhi kebun-kebun anggur yang indah di Tuscany, Italia. Kawasan seperti ini tiba-tiba menjadi lapangan kerja baru, menyusul upaya Uni Eropa untuk kembali ke desa. Menyeberang ke Porto, guide saya, calon dokter dari Lisbon bercerita tentang mundurnya perekonomian dan lapangan pekerjaan di Portugal. Sambil menarik nafas dalam, ia menyampaikan, kekasihnya harus pindah ke Brazil untuk mendapatkan pekerjaan. “Di Portugal..” ujarnya. “Lebih dari 40 persen kaum muda sudah pindah untuk bekerja ke luar negeri,” tambahnya. Itu sebabnya, Uni Eropa sudah berkomitmen menyalurkan 100 miliar Euro dana desa selama 6 tahun (2014-2020) untuk membangun pertanian dan ekologi. Kembali ke Desa Tetapi Indonesia lebih serius. Memang bukan karena ancaman disrupsi, tapi hampir pasti disruption akan memasuki tahap t