Langsung ke konten utama

Lulusan Sarjana Ber-IPK Tinggi Bukan Jaminan Mudah Memperoleh Pekerjaan

Oleh : Bambang Haryanto

Namanya Sutriyani (23). Sarjana Pendidikan Fisika Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta dengan IPK 3,49. Setelah wisuda tahun lalu dirinya tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, maka anak terakhir dari dua bersaudara ini pun berjualan jamu keliling membantu sang ibu.

Dikisahkan bahwa setiap kali dirinya mendapat panggilan dan menjalani tes, Sutriyani selalu gagal di tahap akhir meski nilai tesnya paling tinggi dibandingkan pelamar-pelamar lainnya. "Setiap tes kerja, nilai saya tertinggi. Tapi ternyata yang diterima itu lewat bantuan orang dalam dan ada juga yang bayar. Saya enggak punya uang, ya sudah," tegasnya.

Sambil menunggu mendapat pekerjaan lain, sejak bulan Februari 2015 Sutriyani berjualan jamu keliling yang dari tahun 2010 dirintis oleh ibunya. Setiap hari ia harus berkeliling menjual jamu menggunakan sepeda. Namun, setelah harga BBM turun, ia memutuskan berkeliling dengan sepeda motor.

Meski bertitel S-1 dengan IPK tergolong tinggi, yakni 3,49, Sutriyani mengaku tidak malu. Justru ia menjalaninya dengan senang hati dan penuh semangat karena hanya berjualan jamulah jalan satu-satunya mendapatkan uang untuk membantu perekonomian keluarga.

Kisah Sutriyani yang gagal atau belum memperoleh pekerjaan selepas diwisuda, tentu bukan cerita yang amat istimewa. Banyak sekali mereka yang lulusan S-1 atau pun S-2 yang mengalami kesulitan dalam berburu pekerjaan dan harus berstatus menganggur selama bertahun-tahun. Anda tahu penyebab utamanya ? Karena wawasan dan strategi berburu pekerjaan tidak pernah mereka dapatkan selama dalam perkuliahan.

Akibatnya, tidak sedikit para sarjana yang kemudian terbenam dalam ilusi palsu, bahwa ketika mereka mengenakan toga kebesaran dalam wisuda ibarat sudah memegang kunci bahwa beragam pekerjaan bergengsi dan bergaji tinggi di luaran sana sudah berada dalam genggaman tangannya. Padahal yang benar, wisuda sampai nilai IPK adalah semata ritus dan mata uang yang semata laku dalam ranah perkuliahan. Sementara dunia pekerjaan memiliki ritus dan nilai-nilai tersendiri.

Selepas wisuda, menurut pola pikir yang benar,  para sarjana itu harus bersiap terjun untuk menekuni dunia belajarnya yang baru. Dunia pekerjaan. Dunia karier. Dunia menggalang jejaring, networking. Mengenal orang-orang baru. Dunia kerjasama.

Maka tak ayal ada cerita sebagai berikut : Selepas upacara wisuda yang resmi, para wisudawan menghambur berlari ke tanah lapang, melontarnya topi wisudanya, dan berseru bersama-sama, “Dunia, saya sudah lulus BA !”

Sejurus kemudian di langit muncul suara bergemuruh : “Selamat, Nak. Dunia pun siap mengajari kalian mengenai abjad-abjad berikutnya !”

Siapkah Anda ?

Wonogiri, 14 Oktober 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melacak Penyebab Ribuan Sarjana Menganggur di Indonesia Tak Kunjung Dilirik Perusahaan

Oleh : Adi Renaldi | 10 September 2018 Kalau kamu termasuk sarjana baru yang sampai detik ini meratapi nasib gara-gara tak ada panggilan kerja meski ratusan surat lamaran sudah dikirim ke perusahaan, tenang saja, kamu tidak sendirian.  Hasil survei dari Willis Towers Watson yang dilakukan sejak 2014 hingga 2016 menyebutkan delapan dari sepuluh perusahaan di Indonesia kesulitan mendapatkan lulusan perguruan tinggi dalam negeri siap pakai. Padahal, jumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia setiap tahunnya mencapai 250 ribu orang. Ironisnya lagi, pertumbuhan jumlah perusahaan di Indonesia termasuk pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam satu dekade terakhir, ada 3,98 juta perusahaan baru muncul di Tanah Air. Itu berarti setidaknya setiap tahun bermunculan 398.000 perusahaan rintisan. Kini total perusahaan di Indonesia mencapai 26,71 juta berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang 201. Erry Hadisto termasuk satu dari ribuan lulusan strata 1 yang terpaksa menga

Jangan Remehkan Baca Buku, Begini CEO Speee Hadapi Revolusi Digital

Oleh : Mega Fransisca Seberapa banyak buku yang kamu baca dalam setahun? Kalau saya, jujur, hanya dua buku dalam setahun. Hideki Otsuka Jawaban CEO Speee Inc., Hideki Otsuka, atas pertanyaan saya mengenai hobinya baca buku menarik perhatian saya. Ratusan buku ia lahap dalam setahun. Saya pun teringat dengan sebuah kutipan, “All leaders are readers”. Otsuka adalah CEO Speee Inc., perusahaan induk dari Job-Like.com. Speee Inc. beroperasi di Tokyo, Jepang, sebagai perusahaan Web Marketing sejak 2007. Beberapa waktu yang lalu, Otsuka bertandang ke Jakarta untuk bertemu kami di kantor Job-Like.com. Saya pun berkesempatan untuk berbincang dengannya. Adanya fasilitas perpustakaan di area Event Space, di kantor Speee di Tokyo membuat saya penasaran mengenai “keterikatan” dirinya dengan buku. Saya pun melontarkan pertanyaan mengapa ia getol membaca buku. Mendengar pertanyaan saya, ia tertawa. Menurutnya, buku menjadi senjata pamungkas untuk melahirkan ide

Apa Keterampilan Menulis Mengganjal Sukses Anda Berburu Pekerjaan?

Oleh : Bambang Haryanto Kalau keterampilan menulis Anda anggap   tidak menentukan masa depan hidup Anda, tanyakan pendapat bagian perekrutan pegawai di sesuatu perusahaan . Utamanya setelah mereka menyeleksi ratusan atau ribuan surat lamaran yang membanjiri kantornya.   Jawaban yang umum mereka berikan   pastilah keluhan : antara satu pelamar dan pelamar lainnya sulit dibedakan penampilannya secara   tertulis. Calon yang potensial atau yang sebaliknya, semuanya menjual diri dengan format yang sama dan bahasa yang sama pula. Mengapa demikian ? Karena mereka memang hanya menjiplak format-format surat lamaran yang telah ada. Mereka menjiplak, walau sudah lulus sarjana pun, karena keterampilan menulisnya memang menyedihkan. Akibatnya pun fatal. Oleh karena bagian perekrutan karyawan itu rata-rata hanya memerlukan waktu beberapa detik saja dalam memeriksa dan menyeleksi sepucuk surat lamaran, maka dapat dibayangkan berapa banyak surat-surat yang bergaya seragam it